Jelajah Nepal 8 Hari: Budaya dan Keindahan Alamnya Juara!


Menjadi perantau sekaligus pekerja full-time di Jakarta merupakan sebuah tantangan tersendiri bagi saya. Terlalu sibuk dengan urusan kantor dan hiruk pikuk kota megapolitan ini membuat saya lupa menyempatkan waktu untuk rehat sejenak atau berlibur. Sampai akhirnya di awal tahun 2016, saya bertemu dengan dua teman semasa kuliah yang juga bekerja di Jakarta. Ternyata tak hanya saya, mereka berdua pun mengalami apa yang saya rasakan sebelumnya, bosan dan butuh recharge.
Kami sepakat akan mengambil cuti di akhir tahun untuk melakukan perjalanan bersama. Bagaimana dengan destinasinya? Pada awalnya, Thailand dan Vietnam sempat menjadi pilihan kami. Namun, kami bertiga ingin destinasi yang berbeda, yang menawarkan pengalaman unik dan kaya akan budaya. Akhirnya, kami memilih Nepal.
Memilih Nepal sebagai destinasi ternyata tak berjalan mulus-mulus saja. Setelah keluarga sempat tak mengizinkan karena Nepal dinilai terlalu asing dan tak banyak dikunjungi, kami juga menemui masalah saat mencari tiket pesawat ke sana. Tiket pesawat dengan harga promo ke Nepal tak banyak tersedia. Sampai akhirnya kami menemukannya di Nur Ima Tour & Travel dengan harga yang lumayan ramah di kantong.
Keputusan pun dibuat, kami berangkat ke Nepal pada tanggal 10 September dan pulang tanggal 17 September. Selama delapan hari, kami menjelajah tiga kota di Nepal, yaitu Kathmandu, Bhaktapur, dan Pokhara. Berikut rangkuman perjalanan kami:

Hari 1

Hasil jepretan keliling Kuala Lumpur International Airport. (Foto: Dok. Pribadi)
Hasil jepretan keliling Kuala Lumpur International Airport. (Foto: Dok. Pribadi)
Tak ada penerbangan langsung dari Jakarta menuju Kathmandu. Kami harus ambil penerbangan ke Kuala Lumpur terlebih dahulu, baru kemudian melanjutkan perjalanan ke Kathmandu.
Hari pertama banyak kami habiskan di jalan. Penerbangan dari Jakarta ke Kuala Lumpur memakan waktu sekitar dua jam. Jam 09:05 waktu setempat, kami tiba di Kuala Lumpur International Airport. Setelahnya, kami harus menunggu selama lebih dari 9 jam untuk penerbangan ke Nepal. Karena waktu transit yang lama ini, kami putuskan untuk jalan-jalan keliling bandara.
Pemandangan dari dalam pesawat yang membawa kami terbang ke Nepal. (Foto: Dok. Pribadi)
Pemandangan dari dalam pesawat yang membawa kami terbang ke Nepal. (Foto: Dok. Pribadi)
Lepas jam 6 sore, kami terbang ke Kathmandu. Kami menempuh perjalanan udara selama kurang lebih enam jam karena gangguan cuaca. Hal ini membuat kami tiba di Tribhuvan International Airport pada jam 21:30 waktu setempat. Lega sekali kami sudah tiba di dataran Nepal.
Nepal merupakan salah satu negara yang menerima pangajuan Visa on Arrival (VoA) bagi turis berpaspor Indonesia. Kami mengajukan VoA di loket imigrasi bandara dengan membawa berkas lengkap. Untuk mengurus VoA, kamu harus menyiapkan satu lembar foto ukuran 3×4 atau 4×6 dan paspor. Biaya yang harus dikeluarkan sebesar USD 25 untuk waktu kunjungan selama maksimal 14 hari.
Selanjutnya, kami menunggu jemputan dari pihak hotel yang baru datang jam 10 malam. Suasana Kathmandu cenderung sepi, berbeda sekali dengan keadaan Jakarta di jam yang sama. Menurut keterangan sopir, aktivitas kota cenderung sudah berhenti jam 9 malam. Setibanya di hotel, kami bersih-bersih diri lalu bersiap istirahat.

Hari 2

Kami menyempatkan diri berfoto di depan Kuil Swayambunath. (Foto: Dok. Pribadi)
Kami menyempatkan diri berfoto di depan Kuil Swayambunath. (Foto: Dok. Pribadi)
Kami bangun cukup pagi karena tak sabar rasanya ingin segera menjelajah kota. Namun, sebelumnya kami membeli Subscribers Identification Module Card atau yang lebih populer dengan sebutan kartu SIM. Membeli kartu SIM kami nilai penting karena dengan begitu kami bisa mendaftar paket internet. Harga kartu SIM di Nepal lumayan mahal, NPR 2.600 atau sekitar Rp317.200 untuk kuota sebesar 1 GB.
Selesai membeli kartu SIM, kami mulai perjalanan hari ini dengan mengunjungi tiga kuil populer di Kathmandu. Kuil pertama yang kami datangi adalah Kuil Boudhanath. Kuil Buddha ini unik sekali karena bentuknya menyerupai stupa raksasa.
Setiap harinya, Kuil Boudhanath didatangi banyak biksu dan wisatawan. Sebenarnya, saat yang tepat untuk berkunjung ke sini adalah sore hari karena hampir sebagian besar wisatawan sudah pulang. Menjelang petang, para biksu tua setempat akan menyalakan lilin meditasi dan berjalan mengelilingi stupa searah jarum jam.
Selanjutnya, kami mengunjungi Kuil Pashupatinath yang merupakan kuil Hindu. Selain umat Hindu, pengunjung tidak diizinkan memasuki bagian utama kuil. Jadi, kami berkeliling bagian lain dari kuil. Di seberang kuil, mengalir Sungai Bagmati yang dipercaya sebagai sungai suci oleh umat Hindu di Nepal. Sungai ini terhubung dengan Sungai Gangga di India yang juga sama-sama dianggap suci. Di sini, kami juga mendapat tanda merah di dahi yang katanya merupakan pemberkatan bagi kami selama berada di Nepal.
Seharian, saya berkeliling kota dengan tanda merah di dahi yang saya dapatkan dari Kuil Pashupatinath. (Foto: Dok. Pribadi)
Seharian, saya berkeliling kota dengan tanda merah di dahi yang saya dapatkan dari Kuil Pashupatinath. (Foto: Dok. Pribadi)
Perjalanan berlanjut ke Patan Durbar Square, kompleks bangunan kuno sisa Kerajaan Patan. Hampir semua bangunan di sini memiliki arsitektur Newari yang merupakan arsitektur khas di Kathmandu. Ciri dari arsitektur ini adalah dinding batu bata tak dipoles semen berpadu dengan kayu yang diukir di beberapa bagian.
Selanjutnya, kami mengunjungi Kuil Swayambunath, kuil Buddha yang berada di dataran tinggi Kathmandu. Kami harus naik 365 anak tangga untuk bisa mencapai bangunan kuil. Dari atas, kami bisa melihat pemandangan kota Kathmandu dan sekitarnya. Udara di sini terasa lebih sejuk dibanding tempat-tempat yang kami kunjungi sebelumnya.

Hari 3

Hari ini, kami melakukan perjalanan ke Bhaktapur, kota yang terletak sekitar 15 km di sebelah timur Kathmandu. Kami menyewa mobil plus sopir yang disediakan oleh pihak hotel. Tak seperti kemarin, hari ini kami ingin mengunjungi dua tempat saja, yaitu Kuil Changu Narayan dan Bhaktapur Durbar Square.
Pengrajin batu ukir di luar Changu Narayan. (Foto: Dok. Pribadi)
Pengrajin batu ukir di luar Changu Narayan. (Foto: Dok. Pribadi)
Changu Narayan adalah salah satu kuil Hindu kuno yang terletak di dataran tinggi dengan suasana sekitar yang sangat tenang. Suasana sekitar yang membuat nyaman dipadukan arsitektur kuno pada setiap bangunan menjadikan kuil ini sebagai tempat yang cocok untuk meditasi. Sebagai tambahan informasi, kuil ini kebetulan baru dibuka setelah direnovasi akibat bencana gempa di Nepal tahun 2015 lalu.
Salah satu kuil di Patan Durbar Square yang masih direnovasi setelah terkena gempa tahun 2015. (Foto: Dok. Pribadi)
Salah satu kuil di Patan Durbar Square yang masih direnovasi setelah terkena gempa tahun 2015. (Foto: Dok. Pribadi)
Dari Kuil Changu Narayan, kami beranjak ke Bhaktapur Durbar Square. Tak jauh berbeda dengan Patan Durbar Square, di kompleks ini juga terdapat banyak bangunan kuno peninggalan zaman kerajaan Bhaktapur. Sedikitnya, terdapat 24 perkampungan warga di sekitar kompleks ini. Kehidupan warga yang terkesan sangat damai menjadi satu hal menarik bagi saya pribadi. Anak-anak berangkat sekolah bersama teman-temannya dengan berjalan kaki. Saat pulang, sebagian dijemput oleh orangtua masing-masing, juga dengan berjalan kaki.

Hari 4

Hari ini adalah hari yang kami nanti-nanti. Kami akan melakukan kegiatan ekstrem, yakni bungee jumping. Tak sabar rasanya untuk segera menguji nyali kami di sini. Kegiatan bungee jumping di Nepal termasuk salah satu yang terkenal di dunia.
Jam 5 pagi, kami berangkat dari kantor The Last Resort di Thamel Road yang merupakan resor penyelenggara kegiatan bungee jumping. Butuh waktu sekitar lima jam untuk bisa mencapai lokasi bungee jumping di atas Sungai Bhote Koshi. Kami bergabung dengan wisatawan dari negara lain menumpang mobil Jeep. Kami merasa tegang sekaligus antusias, ini membuat perjalanan terasa lebih lama.
Jembatan tempat kami melakukan bungee jumping. (Foto: Dok. Pribadi)
Jembatan tempat kami melakukan bungee jumping. (Foto: Dok. Pribadi)
Tiba di lokasi, kami langsung menuju ke jembatan Koshi yang menggantung 160 meter di atas Sungai Koshi. Ketegangan semakin bertambah karena jembatan terus bergoyang setiap kali ada orang yang berjalan di atasnya, tapi hal ini tidak menyurutkan niat kami untuk melakukan bungee jumping.
Karena kegiatan ini terbilang ekstrem, kami tak boleh asal-asalan mendengarkanbriefing dari panitia. Selanjutnya sambil menunggu giliran melompat, kami tak hentinya dibuat kagum oleh pemandangan sekitar. Dari sini, kami bisa melihat Sungai Bhote Koshi yang mengalir sekaligus membelah hutan dan pegunungan di Nepal.
Pemandangan Sungai Koshi dari atas jembatan. (Foto: Dok. Pribadi)
Pemandangan Sungai Koshi dari atas jembatan. (Foto: Dok. Pribadi)
Giliran saya tiba untuk melompat. Tegang sekaligus antusias, saya benar-benar melompat di hitungan ketiga. Whuuuuuzzzzzzz! Saya terbang dan pada awalnya, pemandangan sekitar seakan serba terbalik. Semuanya berlangsung serba cepat sampai kemudian saya ditarik kembali ke atas. Ini benar-benar salah satu pengalaman tak terlupakan dalam hidup saya.
Begitu semua anggota rombongan selesai melompat, kami menikmati makan siang bersama. Hampir semua orang masih terlihat antusias, mereka menceritakan lompatan yang baru saja dilakukan. Selesai makan siang, kami bertukar nomor telepon dan kembali ke hotel untuk beristirahat.

Hari 5

Jam 6 pagi, kami sudah check-out dari hotel. Hari ini kami akan menuju kota Pokhara dengan menumpang bus khusus turis yang disediakan oleh stasiun kota Kathmandu. Kedua kota ini berjarak kurang lebih 200 km. Untungnya, bus khusus turis ini memiliki fasilitas yang cukup bagus untuk ukuran bus yang memasang tarif hanya USD 7. Bus dilengkapi dengan AC dan Wi-Fi yang tentunya sangat menguntungkan kami.
Bus turis yang kami naiki ke Pokhara. (Foto: Dok. Pribadi)
Bus turis yang kami naiki ke Pokhara. (Foto: Dok. Pribadi)
Menjelang sore, kami tiba di hotel tempat kami menginap selama di Pokhara. Butuh waktu sekitar delapan jam bagi kami untuk mencapai kota Pokhara, itu sudah termasuk dua kali bus berhenti untuk istirahat. Kami segera bersih-bersih diri dan makan siang. Setelahnya, kami berkeliling di sekitar hotel.
Pemandangan sore hari di Danau Phewa. (Foto: Dok. Pribadi)
Pemandangan sore hari di Danau Phewa. (Foto: Dok. Pribadi)
Hari ini tak banyak kegiatan yang kami jadwalkan. Kami hanya mengunjungi Danau Phewa yang berada tak jauh dari hotel. Danau ini menjadi salah satu destinasi favorit para wisatawan yang berkunjung ke Pokhara. Terbukti, ada banyak wisatawan yang melakukan kegiatan di tepi sungai seperti duduk bersantai dan memancing. Mengunjungi Pokhara menjelang senja ternyata keputusan yang tepat. Kami bisa menyaksikan salah satu pemandangan matahari terbaik di sini.

Hari 6

Pagi pertama di Pokhara, kami sangat bersemangat. Agenda pertama kami hari ini adalah mendaki Bukit Sarangkot untuk menyaksikan matahari terbit dengan pemandangan Puncak Annapurna. Puncak Annapurna merupakan basecamp pertama para pendaki Puncak Everest, Pegunungan Himalaya.
Puncak Everest terlihat dari kejauhan. (Foto: Dok. Pribadi)
Puncak Everest terlihat dari kejauhan. (Foto: Dok. Pribadi)
Sekitar jam 5 pagi, kami sudah tiba di Bukit Sarangkot setelah menempuh perjalanan selama satu jam dari hotel. Ternyata di lokasi sudah ada banyak wisatawan yang ingin menyaksikan pemandangan matahari terbit. Sayangnya, keinginan kami ini tidak berjalan lancar. Karena cuaca yang tak mendukung, kami tak bisa menyaksikan matahari terbit. Kami pun kembali ke hotel dengan perasaan kecewa.
Selepas makan siang di hotel, kami dan rombongan turis dari Taiwan dijemput panitia tur untuk melakukan paragliding di Bukit Sarangkot. Setelah menempuh perjalanan satu jam dengan mobil dan 15 menit jalan kaki, kami tiba di di puncak Bukit Sarangkot.
Phewa Lakeside, tempat pendaratan paragliding. (Foto: Dok. Pribadi)
Phewa Lakeside, tempat pendaratan paragliding. (Foto: Dok. Pribadi)
Tak menunggu lama, kami langsung diberi penjelasan tentang prosedur keamanan saat melakukan kegiatan ekstrem ini. Selanjutnya, kami dipasangkan dengan pilot tandem masing-masing dan siap melakukan paragliding dari ketinggian 1.400 meter di atas permukaan air laut. Setelah ‘terbang’ selama kurang lebih setengah jam di udara, kami mendarat di tepian Danau Phewa.
Malam harinya, kami gunakan untuk jalan-jalan santai saja. Pokhara sangat berbeda dengan Kathmandu, atau bahkan Jakarta. Kota ini sangat jauh dari keramaian. Tak banyak kendaraan di jalanan atau aktivitas warga yang terlihat. Jika pun ada, kebanyakan dari mereka pastilah sedang menikmati makan malam atau sekadar minum di kafe dan bar dengan diiringi musik khas Nepal.

Hari 7

Masih penasaran dengan pemandangan matahari terbit di puncak Annapurna, kami pun memutuskan untuk kembali lagi ke sana. Kali ini, kami melihatnya dari Stupa, sebuah menara di puncak Bukit Ananda. Sepertinya keberuntungan masih belum berpihak pada kami karena cuaca tetap tak mendukung untuk menyaksikan keindahan matahari terbit di sini.
Kami menyerah dan akhirnya hanya berkunjung ke World Peace Pagoda yang terletak di lokasi yang sama. Pagoda ini merupakan sumbangan dari para biksu asal Jepang yang tergabung dalam organisasi Japanese Nipponzan Myohoji. Tak mengherankan jika terdapat banyak unsur Jepang di sini, seperti kaligrafi dengan huruf kanji Jepang.
Hujan turun cukup deras di siang hari. Kami pun turun ke dataran yang lebih rendah demi alasan keamanan. Kami mengunjungi International Mountain Museum. Seperti namanya, museum ini menyimpan berbagai koleksi informasi mengenai dunia pendakian gunung. Di dalamnya, ada teater yang memutar video dokumenter para pendaki Pegunungan Himalaya.
Pemandangan Danau Begnas berlatar perbukitan. (Foto: Dok. Pribadi)
Pemandangan Danau Begnas berlatar perbukitan. (Foto: Dok. Pribadi)
Sore harinya, kami mengunjungi danau lain di Pokhara, Danau Begnas. Dibandingkan Danau Phewa, Danau Begnas relatif lebih sepi. Barangkali, hal ini dikarenakan lokasi dari Danau Begnas yang jauh dari hotel tempat para turis biasa menginap dan lebih dekat dengan pemukiman warga. Hal ini membuat Danau Begnas lebih banyak dikunjungi oleh warga setempat yang melakukan berbagai kegiatan seperti menaiki perahu, memancing, berjualan makanan, atau hanya sekadar berkumpul untuk bernyanyi.
Dari Danau Begnas, kami berlanjut ke pasar tradisional di Pokhara untuk mencari oleh-oleh. Di Pokhara dan Nepal pada umumnya, para penduduk sangat kreatif dalam menciptakan kerajinan tangan. Hasil kerajinan yang banyak dipilih wisatawan sebagai oleh-oleh untuk dibawa pulang di antaranya adalah pashmina dan kerajinan tangan dari batu atau kayu.
Hari 8
Ini hari kepulangan kami ke Jakarta. Kami sempatkan untuk berkunjung ke tempat-tempat menarik lain di Pokhara. Untuk menghemat waktu, kami mengunjungi tiga tempat yang lokasinya cukup berdekatan. Tiga tempat tersebut adalah Bat Cave, Devi’s Fall, dan Seti Gandaki River.
Setelahnya, kami check-out dari hotel dan bersiap melanjutkan perjalanan ke Kathmandu. Kami kembali menggunakan bus khusus turis, sama seperti saat kami menempuh perjalanan ke Pokhara sebelumnya.
Momo, makanan khas yang wajib dicoba semua traveler yang datang ke Nepal. (Foto: Dok. Pribadi)
Momo, makanan khas yang wajib dicoba semua traveler yang datang ke Nepal. (Foto: Dok. Pribadi)
Hari ini juga untuk terakhir kalinya di perjalanan ini, kami menikmati kuliner khas Nepal yaitu MoMo. MoMo adalah sejenis dumpling yang berisi daging ayam, kerbau atau sayuran. Daging sapi memang tak akan kamu temukan di Nepal, hal ini karena sapi dianggap sebagai hewan suci, tunggangan para dewa ke surga. Untuk minuman, kami memilih teh hangat. Di sini, teh tidak pernah disajikan dalam keadaan dingin karena konon bisa merusak citarasa teh yang sebenarnya.
Bagi saya, Nepal tak hanya sebuah destinasi liburan yang unik, tapi juga penuh makna. Saya banyak belajar dari negara ini tentang kehidupan penduduknya yang sederhana, ramah, hidup berdampingan, terkesan tenang, juga bahagia. Mereka cepat bangkit setelah mengalami gempa bumi tahun lalu. Bahkan saya berencana untuk pergi ke Nepal lagi dua tahun mendatang karena masih banyak tempat yang tak sempat saya kunjungi.

Tips mengunjungi Nepal

  • Jangan mudah percaya pada tour guide karena mereka bisa mengenakan tarif yang sangat tinggi pada turis asing yang baru pertama kali ke Nepal.
  • Waspada pada para pedagang dan pengemis yang agresif pada turis.
  • Jika tidak begitu memerlukan internet, tidak perlu membeli SIM card dan paket data, andalkan saja Wi-Fi kafe dan hotel karena tarif internet di Nepal sangat mahal.
  • Disarankan untuk tidak terlalu sering menggunakan USD karena bisa merusak rencana budgeting sebelumnya. Di Nepal tidak harus menggunakan NPR (mata uang setempat) untuk bertransaksi, tapi bisa menggunakan USD .

Rincian pengeluaran

Tiket pesawat pulang – pergi
Malindo Air: Rp5.157.288
Hotel
Zen Bed and Breakfast, Kathmandu : 4 malam = USD 82 (USD 28 per orang)
Hotel Diplomat, Pokhara : 3 malam = USD 36 (USD 12 per orang)
Makanan dan minuman per hari
Makan siang/ malam : NPR 200 – 400
Sarapan : NPR 150 – 250
Snacks : NPR 50 – 100
Minuman : NPR 50 – 100
Transportasi selama di Nepal
Sopir per hari  (tergantung jarak) : NPR 1.000 – 2.000 NPR
Taksi  dari bandara ke Thamel Road : NPR 400
Bus Kathmandu – Pokhara PP : USD 7
Harga tiket masuk tempat wisata
Kuil Boudhanath (Kathmandu) : NPR 2.600
Kuil Pashupatinath (Kathmandu) : NPR 1.000
Patan Durbar Square (Kathmandu) : NPR 750
Kuil Swayambunath (Kathmandu) : NPR 200
Kuil Changu Narayan (Bhaktapur) : NPR 300
Bhaktapur Durbar Square (Bhaktapur) : NPR 1500
Danau Phewa (Pokhara) : Gratis
Bukit Sarangkot (Pokhara) : NPR 150
World Peace Pagoda (Pokhara) : Gratis
International Mountain Museum (Pokhara) : NPR 400
Danau Begnas (Pokhara) : Gratis
Seti Gandaki River (Pokhara) : NPR 30
Devi’s Fall (Pokhara) : NPR 30
Bat Cave (Pokhara) : NPR 100
Lain-lain
Nepal Bungee Jumping (The Last Resort)
Transport+Lunch : USD 102
Dokumentasi : USD 12
Nepal Paragliding (Team 5 Paragliding)
Transportasi & dokumentasi : USD 120
Ncell SIM Card (1GB internet) : NPR 2.600
Visa on arrival : 25 USD
(Catatan: Nilai tukar NPR ke rupiah saat itu adalah: Rp122)
Artikel ini ditulis berdasarkan cerita perjalanan Tommy Prayogo bersama dua orang temannya ke Nepal selama delapan hari.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rekomendasi Menginap di Hotel Saat Backpacking? Mungkin Mustahil di Tempat Lain, tapi Tidak di Kuta Bali

Tutorial Marketing Plan ''NUR IMA Tour & Travel''

Web Check-in : Cara Cerdas yang Beri Banyak Keuntungan Buatmu